Memacu motivasi, Meredam gelisah hati


Meredam Rasa Tersinggung

Semakin kita ingin menunjukkan siapa diri kita agar diakui dan dihormati, maka batin kita akan semakin tertekan, tegang dan lelah. Padahal sikap ingin menunjukkan siapa diri kita biasanya hanya akan membuat kita semakin dibenci

Salah satu hal yang sering membuat energi terkuras  adalah timbulnya rasa ketersingungan diri. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain. Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari ketersinggungan adalah habisnya amal kita, efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan. Jika kita marah, kata-kata jadi tidak  terkendali, dan stress meningkat, karena itu kegigihan kita untuk tidak tersinggung adalah suatu keharusan.
            Apa yang menyebabkan orang tersinggung ? ketersinggungan seorang timbul karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa, sholeh, merasa tampan dan merasa sukses. Setiap kali kita menilai diri  lebih dari kenyataan, maka bila ada yanmg menilai kurang sedikit saja maka akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proposional menilai diri.
            Teknik yang perlu kita terapkan agar tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai lebih kepada diri kita, misalnya jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya telah berjasa, saya seorang guru, seorang pemimpin, saya ini sudah banyak berbuat dan lain-lain. Semakain banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, maka akan membuat diri semakin tersinggung.
Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk meredam rasa ketersinggungan.
            Pertama, belajar melupakan. Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita, jika kita seorang kepala sekolah maka lupakanlah jabatan itu, jika kita seorang pemimpin maka lupakanlah hal itu dan seterusnya. Anggap semuanya ini amanah agar tidak tamak terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa bahwa kita adalah hanya hamba Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali ilmu yang dipercikkan kepada kita. Kita lebih banyak tidak tahu, kita tidak punya harta, jabatan atau pun tidak punya kedudukan sedikitpun. Dengan sikap seperti ini kita akan lebih ringan.semakin kita ingin dihargai, dipuji, dihormati,akan kian sering kita sakit hati.
            Kedua, kita harus melihat apapun yang dilakukan orang kepada kita akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat. Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku oramg kepada kita, jika bisa menyikapi dengan tepat. Kita akan merugi apabila kita salah menyikapi kejadian, dan sebenarnya kita ini tidak bisa memaksa orang lain untuk berbuat sesuai dengan keinginan kita.
            Yang bisa kita lakukan adalah memaksa diri sendiri menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apapun perkataan dan perbuatan orang lain kepada kita tentu itu terjadi atas izin Allah SWT,anggap saja ini adalah episode yang harus kita jalani untuk menguji keimanan kita. Mari kita simak firman Allah dalam QS :Albaqoroh : 155-157.

“ Dan sungguh akan Kami beri cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan innalillahi wainna ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan dan kesempurnaan dan rahmat dari tuhamya, dan meraka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. “
            Ketiga, kita harus berempati. Yaitu melihat sesuatu dari sisi kita. Perhatikan kiah seseorang berikut ini : ada seseorang yang tengah menuntun gajah dari depan dan seorang lagi mengikutinya dari belakang gajah tersebut. Yang depan berkata ,. “ oh di sepanjang hari ini kulihat pemandangan yang saagat indah nan mempesona nampak gunung-gunung tinggi menjulang yang dihiasi  pohon-pohon cemara, awan yang berarakan menari-nari, oh sungguh menakjubkan,  Kontan saja ia akan dilempar batu dari belakang karena dianggap menyindirnya. Sebab sepanjang perjalanan, orang yang dibelakang hanya melihat pantat gajah saja.

             Karena itu, kita harus belajar berempati, jika kita tidak ingin mudah tersinggung, cari seribu satu alasan untuk bisa memahami orang lain, namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat mengendalikan diri
            Keempat, jadikan hinaan orang lain kepada kita sebagai ladang peningkatan kualitas diri dan kesempatan untuk mengamalkan sifat mulia. Yaitu, memafkan orang yang menyakiti  dan membalasnya dengan kebaikan. Wallahu a’lamu bish-showab.

Vitamin Jiwa :
*     Bila dimarahi, janganlah larut dalam sakit hati karena kita akan rugi sendiri, lebih baik maafkanlah saja dan jangan menjadi dendam. kita tidak akan jatuh hina dengan dihina, sebab semua perbuatan akan kembali pada pembuatnya.
*     Sesunggunya hidup ini adalah rangkaian ujian yang tiada henti, sedangkan seberat-berat ujian adalah kelapangan, kemudahan, pujian, dan hal-hal yang lebih membuat  kita lalai dan lupa kepada Allah SWT.

0 comments:

Posting Komentar